Perumahan Murah Sering Terhambat Urusan Infrastruktur

Anggapan bahwa penyatuan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat akan mendiskriminasikan salah satunya, yaitu perumahan,
dimentahkan oleh Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Syarif Burhanuddin.
Menurut dia, kedua kementerian itu bisa saling bersinergi saat disatukan.
"Kesulitan dalam perumahan adalah kurangnya
infrastruktur. Sarana dan prasarana seringkali jadi hambatan," ujar Syarif
saat membacakan sambutan dari Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di acara Property
and Bank Award di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis malam, (21/5/2015).
Syarif menuturkan, rumah yang dibangun relatif sulit dihuni
jika kondisi infrastrukturnya tidak memadai. Dengan demikian, saat dua
kementerian itu disatukan, kondisi jalan, air, dan kawasan, bukan lagi
hambatan.
Dia menambahkan, pembangunan perumahan akan mengangkat
harkat dan martabat bangsa. Saat ini, jika melihat indek pembangunan, Indonesia
masih mengejar ketertinggalannya di peringkat 108 dunia. Sementara itu, Jepang
berada di posisi 11, Singapura ke-27, dan Malaysia ke-58.
Pemerintah, lanjut Syarif, menempatkan perumahan menjadi
agenda prioritas. Setiap tahun pemerintah melalui program sejuta rumah,
membangun hunian untuk seluruh kelompok bagi masyarakat yang tidak punya rumah.
Target sejuta rumah merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam
melaksanakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Syarif melanjutkan, setiap tahun penambahan kebutuhan rumah
atau backlog mencapai 800.000 unit. Menurut data Badan Pusat Statistik jumlah
backlog saat ini adalah 13,5 juta unit. Oleh sebab itu, pemerintah memberi
perhatian khusus bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan adanya
kemudahan-kemudahan yaitu dengan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai dan
penurunan Pajak Penghasilan bagi badan atau pengembang yang membantu program
ini.
Dia juga mengatakan bahwa pembangunan perumahan sangat erat
ruang perkotaan. Pembangunan perumahan yang baik tercermin dari kotanya.
Menurut dia, pengembangan kota harus diselenggarakan secara insklusif, melalui
pembangunan hunian dan tempat kerja yang jaraknya dekat.
"Pemerintah berharap, tempat tinggal masyarakat tidak
jauh dari tempat kerjanya, karena bisa pemborosan sumber daya. Kemacetan
terjadi di pintu-pintu masuk kota," kata Syarif.
Selain itu, Syarif menyebutkan, pengembangan perumahan tidak
bisa terjadi tanpa bantuan pengembang. Ia meminta, kebijakan perumahan
diselenggarakan seimbang dan inovatif oleh pengembang, melalui hunian
berimbang. Dengan hunian berimbang, pembangunan perumahan tercapai wujud
keadilan.